Home Jateng Berkeadaban Saling Menghormati dan Berkebudayaan dalam Berketuhanan di NKRI

Berkeadaban Saling Menghormati dan Berkebudayaan dalam Berketuhanan di NKRI

45 min read
0
0
101

Karanganyar (MPN)

Harmoni Sejahtera. Aktivitas manusia selalu terhubung dengan Sang Penciptanya, dengan sesama, alam sekitar, yang mengedepankan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menuju harmoni dan kehidupan sejahtera. “Hal ini yang menjadi makna hakiki dalam perjalanan kehidupan manusia Berketuhanan yang berbudaya di Indonesia,” Dr Ir Hadi Prajoko, SH, MH, menyimpulkan poin  pemaparan beberapa pemateri inti di hari ke-2 dalam Munas IX DPP Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) di Karanganyar Jateng (24/6).

Pemateri Inti itu adalah Prof Dr KH Said Agil Siradj (Tokoh NU), Dr Bambang Noersena (Teolog, Filoloh, Sejarawan), Brigjen Pol Akhmad Noerwakhid SE, MM (Direktur Deradikalisasi BNPT), Irjen Pol. Sang Made Mahendra (Stafsus Mendagri), Dr Panggah (Stafsus Menteri Erlangga Hartarto).

Dijelaskan, Negara Republik Indonesia adalah Negara Pancasila dimana Pancasila tidak hanya menjadi Dasar Negara, Ideologi dan Falsafah Negara, tetapi juga menjadi sikap hidup dan Moral Bangsa Indonesia, yaitu Tuntunan Pelaksanaan Pergaulan Hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Penciptanya, hubungan manusia yang satu dengan lainnya, serta hubungan negara dengan warga negara dan bangsa yang lain dengan mengutamakan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pembangunan Bangsa Indonesia dan Tata-masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir-batin yang seimbang, baik bagi pribadi maupun bagi Bangsa Indonesia seluruhnya, menuntut agar Pancasila diwujudkan dalam praktek hidup nyata sehari-hari di Indonesia, baik oleh Bangsa Indonesia sebagai keseluruhan maupun warga negara secara pribadi. Karena itu, perlu direnungkan dan dirumuskan terlebih dahulu apa Arti Kebudayaan Nasional, Kedudukan Pancasila didalam Kebudayaan Nasional, Arti dan Fungsi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Ciri hakiki spesifik dari Demokrasi Pancasila, Gambaran manusia Pancasila, Candra Jiwa Pancasila.

Kebudayaan adalah peradaban, perkembangan dan pemuliaan manusia dalam hidup Bersama. Berfungsi menyatukan dan mengatur orang-orang yang hidup bersama dalam suatu masyarakat tertentu dengan jalan menyediakan pola-pola tingkah laku dan sistem-sistem sikap nilai yang dapat diterima bersama.

Kebudayaan itu  merupakan  seni  untuk  hidup  bersama  dalam masyarakat,  yang diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain, dengan alam natural (alam fisika) dan supra natural (alam meta-fisika/alam gaib), yang diteruskan dari generasi ke generasi. Hakekat kebudayaan dengan demikian adalah berlakunya secara umum suatu sitem nilai dan norma sehingga memberi arah kepada praktek hidup sehari-hari. Tiap kebudayaan mempunyai suatu inti sistem nilai yang menjiwai semua aspek kehidupan, yang disebut inti kebudayaan.

Suasana Para Peserta Munas IX DPP Pusat HPK 2023 Hari ke-2 di Gedung Paripurna DPRD Karanganyar Jateng (24/6).

Kebudayaan itu terikat oleh adanya kenyataan masyarakat tertentu. Karena itu berbeda- beda menurut tempat dan zamannya, disamping adanya unsur-unsur yang universal. Dengan demikian kebudayaan umat manusia sebagai keseluruhan menunjukkan adanya kesamaan hakekat disamping adanya variasi yang luas, sebagai hasil differensiasi akibat perbedaan situasi dan kondisi. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah suatu bentuk differinsiasi dari kebudayaan umat manusia atas dasar rasa persatuan bangsa Indonesia, dengan demikian berisi semua kebudayaan yang berada di dalam daerahnya, sebagai satu kesatuan yang bervariasi. Kesatuan dan differensiasi di dalam Kebudayaan Nasional Indonesia ini tertulis dengan indahnya di dalam Lambang Bhineka Tunggal Ika.

Pancasila digali dari inti kebudayaan Indonesia dirumuskan untuk dijadikan falsafah negara yang modern. Karena Pancasila digali dari inti Kebudayaan Nasional Indonesia maka Pancasila sebagai inti Kebudayaan Nasional Indonesia menjiwai semua aspek kehidupan bangsa Indonesia. Karena Kebudayaan Nasional adalah bentuk differensiasi dari Kebudayaan seluruh umat manusia, maka intinya (Pancasila) yang dirumuskan secara umum untuk kehidupan bernegara ternyata mempunyai nilai universal. Menjadi jelas pula bahwa sumber bahan untuk merumuskan moral Pancasila adalah juga inti Kebudayaan Nasional Bangsa Indonesia yang mempunyai aspek-aspek universal

Hubungan esistensial manusia dengan alam supra-natural (meta-fisika) adalah kebutuhan hakiki manusia yang pelaksanaannya bervariasi caranya dan berbeda-beda tingkat intensitasnya mulai dari kebaikan kepada Sang Gaib melalui batu dan kayu sampai dengan upacara kebaktian di Gereja dan Masjid kepada Allah Taala, sedang titik puncak intensitasnya tercapai dalam keadaan yang biasa disebut dengan istilah bertunggalnya hamba dengan Tuhan. Dalam sejarah kebudayaan Indonesia masalah hubungan manusia dengan Peciptanya ini selalu memegang peranan yang utama, sejak sebelum datangnya agama-agama besar hingga sekarang ini. Komponen kebudayaan asli Indonesia tentang masalah ini tidaklah lenyap dengan datangnya berturut-turut agama-agama besar Hindu, Budha, Islam dan Kristen, bahkan berkembang terus dengan dipengaruhi oleh dan memberi pengaruh kepada agama-agama itu, dan dikenal sekarang dengan istilah Kepercayaan, yang meliputi berbagai aliran kebatinan, kejiwaan dan kerohanian, yang ajaran-ajarannya dihayati dann dilaksanakan bersama-sama dengan atau sebagai pengganti dari ibadah pendukungnya menurut salah satu agama.

Hakekat dari hubungan manusia dengan Penciptanya itu, yaitu Agama dan Kepercayaan adalah kebutuhan manusia untuk berbakti, berlindung, mendekat menyerahkan diri dan tuntunan hidupnya kepada Tuhannya dengan tujuan mencapai kebahagian lahir dan batin untuk akhirnya dapat kembali kepada-Nya. Karena itu kebutuhan dan usaha pemenuhan kebutuhan ini dapat disebut religi atau Ketuhanan Yang Maha Esa dan meliputi agama dan kepercayaan yang benar.

Dikatakan kepercayaan yang benar, karena sudah tentu didalam usaha mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa ini dapat terjadi salah arah (salah kiblat) dan atau salah tujuan, sehingga (dengan tak sadar) tidak lagi mendekat atau menyerahkan diri dan tuntunan hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, melainkan menyerahkan diri dan tuntunan hidupnya kepada yang Bukan-Tuhan. Dengan adanya dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Bangsa dan Negara Republik Indonesia mengakui dan percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan dan menguasai alam semesta dan seisinya. Dasar ini menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Indonesia untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Kecuali itu Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini memberi petunjuk bahwa bangsa Indonesia wajib ber-Tuhan.

Karena Tuhan Yang Maha Esa itu adalah sumber dari segala yang ada, menguasai semua alam seisinya, maka sesungguhnya sila-sila yang lain sudah terkandung didalam Sila pertama ini, tetapi perlu dieksplisitkan agar lebih jelas dan lebih kongkrit sebagai pegangan hidup.

Pemateri Inti di hari ke-2 Munas DPP Pusat HPK IX di Karanganyar Jateng (24/6).

Dengan demikian kelima Sila yaitu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan merupakan suatu hierarchi yang menyempit keatas, dengan kata-kata lain : Pancasila merupakan satu kesatuan organis yang hierarchi pyramidal. Sila pertama menentukan isi dan luas Sila kedua dan seterusnya. Jika dasar- dasar dari Demokrasi Barat dibandingkan dengan Pancasila, maka dasar-dasar itu sudah terkandung didalam Sila-sila perikemanusiaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. Sila kebangsaan tidak dinyatakan dengan eksplisit sebagai dasar Demokrasi Barat, tetapi sudah inhaerent pada negara nasional demokratis. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esalah yang merupakan ciri hakiki spesifik, yang membedakan Demokrasi Pancasila dan Demokrasi Barat.

Maka Sila Ketuhanan ini memperdalam dasar-dasar demokrasi sampai sumber yang sedalam-dalamnya, Sumber Segala yang ada. Filsafat dan gambaran manusia yang mendasari demokrasi Barat tidak sampai kepada hubungan eksistensial manusia dengan Tuhan, yang memberi arti, isi dan arah kepada eksistensi manusia, membentuk struktur keyakinan Demokrasi Pancasila. Isitilah keyakinan disini melingkupi kepercayaan, pengetahuan dan praduga, dan dapat dilihat sebagai bentuk kognitif dari pada sikap. Ketiga pengertian itu memang berlain-lainan artinya, tetapi ada persamaannya, yaitu ketiga-tiganya diyakini. Keyakinan disini dibedakan dari sikap. Keyakinan sebagai keyakinan belum mengandung motif untuk berbuat dan belum terikat secara emosionil. Jika keyakinan disalurkan menjadi sikap, maka ia akan bersatu dengan dorongan yang dinamis.

Demokrasi dan Pancasila sebagai keyakinan dapat diajarkan dan diuji sebagai mata pela jaran di dunia Pendidikan di Indonesia ; untuk mengembangkannya lebih lanjut menjadi sikap yang demokratis. Pancasila perlu pemupukan dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari dimana sikap itu menjadi norma. Struktur Keyakinan Demokrasi Pancasila adalah struktur keyakinan demokrasi dalam arti kata yang universal, yang diperdalam dengan dan diolah kembali berdasarkan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai inti Pancasila dan Kebudayaan Nasional Indonesia dengan hasil sebagai berikut:

  1. Keyakinan yang mutlak bahwa manusia diciptakan Tuahan sebagai persona dengan tugas untuk mempersonisasikan dirinya didalam dan dengan hidup bersama untuk mencapai kesempuranaan hidup disunia dan diakherat.
  2. Keyakinan bahwa manusia mempunyai harkat yang sama sehingga ia tidak dapat dikorbankan sebagai alat kepada orang dan golongan lain dan karena itu menolak feodalisme, totaliterisme, imperialisme, dan kolonialisme.
  3. Titik pangkal demokrasi bukannya kebebasan individu, tetapi dwi-tunggal personal manusia sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang menggejala dalam kekeluargaan dan gotong royong. Karena itu kepentingan individu dan kepentingan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipertentangkan.
  4. Tiap manusia mempunyai hak-hak asasi yang tak dapat diasingkan dari padanya, tetapi tidak pula dilepaskan dari kewajiban-kewajiban azasnya terhadap masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Masyarakat bertanggungjawab atas kesejahteraan dari semua warganya, ini berarti hak tiap-tiap warga akan pekerjaanya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan kaharusan diciptakannya kondidi-kondisi politik, ekonomi dann budaya bagi perkembangan pribadi yang lengkap.
  6. Pemerinttah yang layak ialah pemerintah yang dipilih oleh rakyat yang melaksanakan aspirasi Rakyat dan bertanggungjawab kepada Tuhan dan kepada Rakyat.
  7. Keyakinan bahwa perbadaan pendapat harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat tanpa adanya tekanan dan paksaan.
  8. Keputusan musyawarah harus merupakan integrasi dari pendapat-pendapat dan kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda sehingga mencerminkan juga paham dan kepentingan minoritas. Dengan demikian terbinalah persatuan golongan, bangsa dan negara.

Manusia adalah roh-badani yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai pesona yang harus mempersonisasikan diri dengan dan didalam hidup bersama di dunia ini dan yang kemudian akan kembali kepada-Nya. Manusia Pancasila bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu sadar, percaya, dan taat kepada-Nya, dan karena itu ia menerima tugas hidupnya di dunia dari pada-Nya, yaitu Kedalam : mendidik diri sendiri agar memiliki watak-watak utama,  Keluar : ikut membangun dan membina tata masyarakat yang tertib aman, adil dan makmur ditempat  tugas dan menurut  kemampuan masing-masing sebagai baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Manusia Pancasila menghormati semua Agama,  kepercayaan  dana  Ajaran-ajaran Keutamaan. Manusia Pancasila sadar dan percaya kepada kesatuan hakekat umat manusia bagi Tuhan, yang dalam kehidupan sehari-hari menggejala dalam bentuk :

  1. Menghoramati dan memperlakukan tiap manusia sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan yang sederajat harkatnya.
  2. Bersikap budidarma, yaitu suka menolong sesama manusia dalam bentuk membantu menghilangkan  kerepotan dan  kesengsaraan  menurut  kebutuhan  orang yang  perlu ditolong dan kemampuan orang menolong.
  3. Bersedia menyumbangkan pengabdiannya demi kesejahteraan dan perdamaian umat manusia.
  4. Menolak chauvinisme dan diskriminasi bangsa, karena nasionalisme yang dianut manusia Pancasila adalah nasionalisme yang menuju kepada persatuan dan persaudaraan bangsa-bangsa (internasionalisme)

Manusia Pancasila cinta dan bersedia mengabdi kepada Bangsa dan Negara, yang dalam kehidupan sehari-hari menggejala dalam bentuk :

  1. Hormat dan taat kepada tata tertib, hukum dan perundang-undangan,
  2. Bersedia mendahulukan kepentingan umum.  
  3. Merasa ikut bertanggung jawab atas terselenggaranya ketertiban dan kesejahteraan umum,
  4. Bersedia membela keselamatan dan kesatuan Bangsa dan Negara.
  5. Manusia Pancasila menerima dan setia kepada sistim demokrasi Pancasila, yang dalam hidup sehari-hari menggejala dalam bentuk 
  6. Bersedia  dan menguasai  cara-caranya  untuk  menyelesaikan  perbedaan-  perbedaan pendapat dan kepentingan melalui musyawarah untuk mufakat guna mencapai integrasi dari pendapat dan kepentingan yang berbeda-beda itu berdasarkan realisasi norma- norma Pancasila dalam situasi dan kondisi yang riil.
  7. Bersedia dan menguasai cara-caranya untuk bergotong-royong memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama.
  8. Manusia Pancasila mengakui dan menghormati prinsip keadilan sosial dalam pembagian dan pemanfaatan sumber kekayaan materiil kulturil secara merata.

Secara alamiah, pandangan kejiwaan yang melihat manusia hanya sebagai makhluk alamiah dan makhluk sosial, tidak mampu menangkap hakekat relasi manusia dengan Penciptanya, padahal justru relasi inilah yang menjadi sumber pertama dan utama bagi moral Pancasila.

Gambaran manusia Pancasila menunjukkan bahwa manusia itu terdiri atas tiga komponen yang merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang saling mempengaruhi dan yang bersama- sama menentukan perilaku dan arah perkembangan jiwa manusia, yaitu :

  1. Badan jasmani dengan alat-alat penangkap (panca indera) dan alat-alat palaksana.
  2. Jiwa manusia yang terdiri atas : a). Angan-angan (rasio) yang mangandung kemampuan intellectual dan daya-daya gaib (occult-magis),, b). Rasa, yang mengandung kemampuan untuk menerima dan mempersatukan dengan  atau  sebaliknya  menolak  dan  menjauhkan dari  hatinya,  atas  dasar penilaian rasa senang – tidak senang. c). Nafsu-nafsu dan daya-daya yang menggerakkan jiwanya. d). Kristalisasi dari angan-angan, rasa dan nafsu-nafsu ini adalah rasa Aku, yang meliputi, mewakili dan memimpin seluruh jiwa dan raganya.
  3. Roh,  yaitu  sesuatu  yang  abadi  dari  manusia,  yang  berasal  dari  Tuhan  dan  nanti berkepentingan untuk kembali kepada-Nya.

Arti dan Fungsi Moral Pancasila adalah ajaran tentang kewajiban-kewajiban utama dan watak-watak yang bersumber pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjiwai seluruh Pancasila, untuk dasar pembentukan Manusia Pancasila dan pedoman kongkrit penerapan Pancasila dalam hidup sehari-hari.

Adapun moral Pancasila berisi ajaran tentang watak-watak dan kewajiban-kewajiban utama yang mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya dan berdasarkan itu hubungan manusia dengan negaranya, dengan masyarakat, dengan keluarganya dan dengan diri pribadinya.

Moral Manusia Pancasila berpangkal kepada Pahugeran, yaitu kesadaran dan kesaksian bahwa ia berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan akan kembali kepada-Nya dan bahwa ia selama hidup didunia ini mempunyai tugas menyempurnakan pribadinya di dalam hidup bersama mengabdi kepada masyarakat sebagai kebaktiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kesaksiannya itu mempertegas rasa wajib yang hakiki pada manusia untuk berbakti kepada Tuhan dan Utusan-Nya dan bahwa cinta dan baktinya kepada Tuhan itu wajib dinyatakan didalam sikap hidup dan praktek hidupnya sehari-hari.

Moral Pancasila sebagai ajaran merumuskan apa kewajiban-kewajiban utama  dan apa watak-watak utama yang wajib bagi Manusia Pancasila sebagai gambaran yang ideal, sehingga dapat menjadi pedoman yang kongkrit dan sederhana bagi Bangsa Indonesia untuk melaksanakan Pancasila sebagai Pandangan Hidup didalam praktek hidupnya sehari-hari agar dengan jalan itu ia dapat mencapai tujuan hidupnya, yaitu kesejahteraan seimbang materiil- mental-spirituil di dunia ini dan Kebahagiaan Abadi diakherat nanti.

Pelantikan Susunan Kepengurusan DPP Pusat HPK Masa Bhakti 2023 – 2028, oleh Ketua Umum DPP HPK Pusat di Munas IX HPK di Karanganyar Jateng 23 – 25 Juni 2023 (24/6).

Adapun rumusan pokok-pokok Moral Pancasila sebagai kesatuan yang saling berhubungan dan saling menentukan sehingga bersama-sama merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Kesatuan menyeluruh tersebut meliputi :

  1. Usaha membangun kesadaran, keimanan, dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Usaha membangun kesadaran, keimanan, dan ketaatan, tidak mungkin bisa tercapai tanpa membangun watak utama atau budi pekerti luhur. Adapun budi pekerti manusia yang mulia itu adalah segala rupa watak utama yang bersifat rahayu: kasih sayang kepada sesama hidup, rela, narima, jujur, sabar, adil, tidak membeda-bedakan derajat : besar kecil, kaya miskin, diperlakukan sebagai saudaranya sendiri, tetapi tidak menghilangkan sopan santun dan tata Susila. Watak-watak utama inilah yang menjadi kendaraan utama manusia dalam memenuhi maksudnya untuk kembali kepada Tuhan dengan cara mengiirip-iripi (membuat mirip dengan) sifat keluhuran Tuhan tadi, agar memiliki sifat Luhur, yang telah mencakup segala rupa watak utama, yang pelaksanaannya telah tanpa batas lagi, sebab telah sampai kepada kemerdekaan jiwanya. Artinya ; jiwa telah dapat mengamalkan keluhuran sifat Tuhan, sebab hatinya telah bersih (murni), tidak lagi terbungkus oleh kotoran hawa nafsu serta kekerdilan manusia.
  3. Dalam usaha membangun kesadaran, keimanan dan ketaatan serta watak utama sebagaimana diuraikan dibutir-butir di atas, sudah barang tentu harus menghindari atau tidak melakukan hal-hal yang menjadi larangan Tuhan sebagaimana yang diajarkan dalam agama dan kepercayaan yang benar.

Selain itu, di dalam pelaksanaan Pancasila dalam hidup sehari-hari dalam hubungan orang dengan keluarga, masyarakat, negara dan Tuhan perlu adanya pedoman praktis, sebagai pedoman yang berasal dan digali dari Bumi Indonesia yang dinamakan DASA SILA.

Dasa Sila diperlukan sebagai pedoman-pedoman yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, negara, masyarakat, keluarga dan diri sendiri, guna mencapai kesejahteraan, ketenteraman dan kebahagiaan. Butir-butir Dasa Sila dimaksud adalah :

  1. Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Berbakti kepada Utusan Tuhan.
  3. Setia kepada Kalifatullah. (Kepala Negara, hukum dan perundang-undangan Negara)
  4. Berbakti kepada Tanah Tumpah Darah
  5. Berbakti kepada orang tua
  6. Berbakti kepada saudara tua
  7. Berbakti kepada guru.
  8. Berbakti kepada Ajaran Keutamaan
  9. Kasih sayang kepada Sesama-hidup.
  10. Menghargai semua agama.

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta seisinya tidak untuk memenuhi salah satu Kebutuhan-Nya (karena sudah Maha Sempurna), melainkan semata-mata untuk melimpahkan Kekayaan-Nya, terdorong oleh Cinta Kasih yang semurni-murninya.

Manusia, yang tercipta oleh Kasih Abadi, selalu tergerak untuk membalas cinta kasih itu. Ada dorongan kodrati pada manusia untuk mencari Sesuatu Yang Tertinggi, untuk membalas Cinta Kasih itu.

Hubungan cinta kasih manusia dengan Tuhan merupakan dasar terkuat untuk membentuk kepribadian dan untuk menghubungi orang-orang lain dengan hormat dan kasih sayang. Bila orang-orang lain kita pandang semata-mata sebagai teman-teman senasib, maka tidak mustahillah kita kemudian memperalat orang-orang itu, menjajah dan mempermainkan orang- orang itu untuk kepentingan diri kita sendiri. Lain halnya bila orang-orang itu kita pandang sebagai sesama umat, yang sama-sama mempunyai Roh Suci.

Tampaklah bagaimana cinta kasih kepada Tuhan melahirkan kasih sayang kepada sesama manusia, dan dengan demikian merupakan dasar yang terkuat, bahkan mutlak, untuk menegakkan moral untuk menjamin hubungan antar manusia yang baik didalam hidup sehari- hari, yaitu dalam hubungan dengan keluarga, dengan masyarakat, dengan negara dan dengan nilai-nilai kebudayaan. Tanpa landasan ini maka segala pernyataan tentang kasih sayang terhadap sesama manusia, tentang keadilan sosial dan sebagainya akan hampa, dan dapat diombang-ambingkan oleh perasaan dan sentiment, karena tidak didasarkan atas fondamen yang terkuat : Tuhan Yang Maha Esa, Sumber Segala Ada, Sumber Segala Kasih.

Acara Munas IX HPK 23 – 25 Juni 2023 di Karanganyar Jateng, dimeriahkan Kontes Keris Kamardikan dan Barang Antik. (24/6).

Penjelasan Sila demi Sila adalah sebagai berikut :

  1. Sila kesatu : Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berbakti berarti : menerima dan melaksanakan dengan suka rela kewajiban-kewajiban sebagai pernyataan cinta kasih. Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa berarti dengan suka rela menerima dan melaksanakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan sebagai pernyataan cinta kasihnya, yaitu sebagaimana telah diuraikan tentang wajib sadar, percaya dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib mendidik diri untuk memperoleh watak utama rela, narima (tawakkal), sabar, jujur dan budi luhur, wajib menjauhi larangan Tuhan yang apabila dilanggar akan merusak perkembangan pribadinya dan kebaktiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.   Sila kedua: Berbakti kepada Utusan Tuhan Yang Maha Esa.

Tentang pengertian Tuhan Yang Maha Esa terdapat tiga pengertian keyakinan didalam kenyataan hidup keagamaan dan kepercayaan di Indonesia dewasa ini. Ketiga pengertian berdasarkan keyakinan masing-masing ini wajib dihormati semua, dan karena itu perlu dirumuskan cara berbakti yang sesuai dengan keyakinan masing- masing.

Adapun ketiga pengertian kayakinan tersebut dan cara berbakti kepada-Nya adalah sebagai berikut :

a.  Utusan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Manusia Sempurna yang Terpilih oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk menerima wahyu Ilahi guna mensiarkan Ajaran- ajaran-Nya, Perintah-perintah-Nya dan Larangan-larangan-Nya kepada seluruh Umat manusia, agar kembali kepada dan tetap berjalan di jalan yang benar, yang menuju kepada Kebahagiaan dunia dan akherat.

Setelah manusia sempurna ini meninggal dunia dan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka selesailah sudah tugasnya untuk memimpin umat manusia.

Maka berbakti kepada Utusan Tuhan Yang Maha Esa berarti melaksanakan dengan sepenuh hati semua Ajaran serta menjalankan semua Perintah dan menjauhi semua Larangan Tuhan Yang Maha Esa yang telah disampaikan oleh Utusan-Nya tersebut.

b.  Utusan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Manusia Sempurna yang terpilih seperti tersebut diatas, dengan pengertian, bahwa setelah meninggal dunia dan kembali bertunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa tetap menjadi Pemimpin, Penuntun dan Guru Sejati umat manusia serta Juru Penebus Dosa. Maka berbakti kepada-Nya berarti :

  • Melaksanakan  dengan  sepenuh  hati  semua  Ajaran  serta  melakukan semua Perintah dan menjauhi semua Larangan Tuhan Yang Maha Esa yang telah disampaikan oleh Utusan-Nya tersebut.
  • Menyerahkan jiwa raga dan tuntunan hidupnya kepada-Nya.
  • Senantiasa   mohon   dengan   segala   kerendahaan   hati   agar   tetap dianugerahi Cinta kasih, Tuntunan, Pepadang dan Perlindungan-Nya, sehingga tidak menyimpang dari Jalan yang benar, dan terhindar dari godaan Iblis.

c.  Utusan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Utusan Yang Abadi, yang selalu menjadi Pemimpin, Penuntun dan Guru Sejati umat manusia.

3.  Sila Ketiga : Setia kepada Kalifatullah.

Yang dimaksud dengan Kalifatullah disatu pihak ialah Kepala Negara sebagai wakil Negara Republik Indonesia, dilain  pihak pengertian itu meliputi juga hukum dan perundang-undangan negara berdasarkan hukum dan perundang-undangan tersebut.

Walaupun Kepala Negara dan Petugas-petugas Negara itu secara lahiriah diangkat dan diberhentikan berdasarkan undang-undang negara, namun dilihat dari segi Sila Ke- Tuhanan Yang Maha Esa yang menjiwai Pancasila sebagai Falsafah Negara, maka petugas-petugas itu tadi pada hakekatnya mempunya fungsi mewakili Kebijaksanaan Tuhan Yang Maha Esa dalam membina tata masyarakat yang sentausa, aman, adil dan Makmur.

Karena itu warga negara wajib setia kepada Kepala Negara, hukum dan perundang- undangan negara, dengan jalan menerima dan melaksanakan dengan rela kewajiban- kewajibannya sebagai warga negara (hormat dan taat kepada tata tertib, hukum dan perundang-undangan) dan bersikap hormat yang selayaknya terhadap Petugas-petugas Negara.

Ini tidak berarti bahwa ia harus menutup mata terhadap penyelewang-penyelewengan yang mungkin terjadi, tetapi ia menyadari bahwa bukanlah kewajibannya dan bukan pula hanya untuk main hakim sendiri. Kontrol Sosial tetap wajib dilaksanakan dengan cara dan melalui saluran-saluran yang semestinya dengan didasari keyakinan kepada Sifat Maha Kuasa dan Maha Adil Tuhan Yang Maha Esa, yang menjamin tidak akan ada satu perbuatanpun yang akan terlepas dari akibatnya yang setimpal.

4.   Sila Keempat : Berbakti kepada Tanah Tumpah Darah

Dalam pengertian Tanah Tumpah Darah termasuk juga segala isinya, sehingga kata ini dapat dirangkum menjadi Tanah Air, Bangsa dan masyarakat yang berdemokrasi Pancasila. Dengan demikian berbakti kepada Tanah Tumpah darah berarti menerima dan melaksanakan dengan suka rela kewajiban-kewajiban terhadap Tanah air, Bangsa dan masyarakat sebagai pernyataan cintanya, dengan

  1. Membentuk diri sendiri menjadi manusia Susila, berbudi pekerti luhur dengan bekal ilmu lahir dan batin untuk mengangkat kemuliaan Tanah Air, Bangsa dan masyarakat Indonesia anatara lain dengan jalam melaksanakan tata laksana kekayaan alam Indonesia secara efisien, sehingga dapat memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya secara merata dan lestari.
  2. Menjalankan tugas-tugas dan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya itu sebagai baktinya kepada Tuhan melalui pengabdian kepada masyarakat, Bangsa dan Tanah Air. 
  3. Bersedia mendahulukan kepentingan umum
  4. Ikut bertanggungjawab atas terselenggaranya ketertiban dan kesejahteraan umum ditempat tugas dan dilingkungan hidup masing-masing.
  5. Ikut membela keselamatan dan kesatuan Bangsa dan Negara.
  6. Menyelesaikan    perbedaan-perbedaan    pendapat    dan    kepentingan    melalui musyawarah untuk mufakat guna mencapai integrasi dari pendapat-pendapat dan kepentingan yang berbeda-beda itu berdasarkann realisasi moral Pancasila.

5.   Sila Kelima : Berbakti kepada orang tua (Bapak dan Ibu)

Bapak ibu yang menjadi lantaran terciptanya keturunan dengan segala resiko dan pengorbanan adalah orang-orang yang ditunjuk oleh Tuhan untuk memberi bimbingan dan bantuan didalam lingkungan keluarga, sehingga merupakan pendidik  yang pertama dan utama.

Menerima dan melaksanakan dengan sukarela kewajiban-kewajiban terhadap orang tua atas dasar kasih sayang dan menurut tata Susila dan sopan santun lingkungan masing- masing akan menimbulkan jawaban yang serasi dari pihak orang tua dengan pengaruh yang timbal balik, yang berlangsung terus menerus sehingga timbul suasana jiwa yang laras yang menetap.

Kewajiban anak terhadap orang tua meliputi menghormat dengan kasih sayang, sujud lahir dan batin, taat kepada semua perintah yang menuju ke keutamaan, menjunjung tinggi nama orang tua dengan jalan berbudi pekerti yang mulia dan berusaha agar menjadi Kusuma bangsa. Keluarga adalah lingkungan Pendidikan yang pertama dan yang utama. Iklim jiwa yang laras ditiap-tiap keluarga akan meluas meliputi seluruh Bangsa, sehingga Pendidikan kepribadian Bangsa dapat mencapai hasil yang maksimal.

6.   Sila Keenam : Berbakti kepada Saudara Tua

Saudara tua adalah wakil bapak ibu, lebih-lebih jika bapak ibu telah tidak ada lagi, karena itu wajib dihargai dan dihormati. Didalam pengertian Saudara Tua, selain kakak-kakak kandung termasuk juga sanak saudara dan juga orang-orang lain yang umurnya lebuh tua. Manusia wajib menghargai dan menghoramnti mereka yang ditakdirkan lahir lebih dahulu daripada dirinya sendiri. Sikap menhargai dan menghormati saudara tua atas dasar kasih sayang akan menimbulkan jawaban yang serasi, sehingga terbentuk pergaulan hidup yang rukun dan damai atas dasar kasih sayang, seperti yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Esa.

Para Peserta Kontes Keris Kamardikan 2023 dan Barang Antik di Acara Munas IX HPK di Karanganyar Jateng (24/6).

7.   Sila Ketujuh : Berfbakti kepada Guru

Guru adalah wakil Bapak Ibu untuk menyampaikan bekal hidup lahir dan batin. Menerima dan melaksanakan dengan suka rela kewajiban-kewajiban murid terhadap gurunya atas dasar kasih sayang menurut tata Susila, sopan santun dan tata tertib yang berlaku akan menimbulkan respon yang serasi dengan pengaruh timbal balik, sehingga timbul iklim jiwa yang laras yang makin menetap. Adapun kewajiban murid terhadap guru ialah menjalankan segala perintahnya dengan rasa segan dan kasih sayang dan tidak gegabah membantah ajarannya tentang keutamaan. Iklim jiwa yang laras yang menjiwai seluruh sistim Pendidikan, merupakan landasan yang kuat untuk mencapai hasil yang maksimal.

8.   Sila Kedelapan : Berbakti kepada Ajaran Keutamaan

Yang dimaksud dengan Ajaran Keutamaan adalah Jalan Yang Nyata, yang harus dilalui, agar tidak tersesat kejalan simpangan yang sampai kepada alam iblis, yang suka kepada perbuatan salah, jahat budi pekertinya, suka kepada kerusakan, loba- tamak, dengki iri, jahil-mutakil, dan suka memfitnah. Ajaran Keutamaan adalah saluran untuk menyampaiakn tuntunan Tuhan kepada Umatnya.

Karena itu wajib diterima tanpa memandang kepada orang atau Lembaga yang menjadi perantaranya.

9.   Sila Kesembilan : Kasih Sayang kepada sesama hidup.

Semua hidup berasal dari satu Sumber. Cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sumber dari segala hidup harus dinyatakan juga dalam kasih sayang kepada sesama hidup. Dalam tata Demokrasi Pncasila prinsip ini wajib dinyatakan menjadi :

  1. Menghormati  dan  memperlakukan  tiap  manusia  sebagai  sesama  umat  ciptaan Tuhan yang sederajat harkatnya.
  2. Berbudi-darma kepada sesama manusia yaitu suka menolong dalam bentuk membantu menghilangkan kerepotan dan kesengsaraan menurut kebutuhan orang yang perlu ditolong dan kemampuan yang menolong.
  3. Bersedia  menyumbangkan  pengabdiannya  demi  kesejahteraan  dan  perdamaian umat manusia.
  4. Menolak chauvinism dan diskriminasi bangsa karena nasionalisme Pancasila adalah nasionalisme yang menuju kepada persatuan dan persaudaraan bangsa (internasionalisme).
  5. Mengakui  dan  menghormati  prinsip  keadilan  sosial  dalam  pembagian  dan pemanfaatan sumber kekayaan materiil dan kulturil secara merata.

10. Sila Kesepuluh : Menghormati semua Agama

Demi kebaktian umat manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan demi ketertiban, keamanan dan perdamaian masyarakat maka orang wajib menghormati semua agama, sehingga tidak dibenarkan untuk menghina atau mencela agama orang lain. – (Ajie) –

Load More Related Articles
Load More By Aji Suharmaji
Load More In Jateng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Pertahankan Martabat Kepengurusan HPK

Malang (MPN) – Berjatidiri Eksis. Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Terhadap Tuha…