01-Kediri Jawa Timur Sopo Ingsun Sopo Gusti Piodalan Pura Sidhi Amerta Nugraha Medowo Kandangan By Aji Suharmaji Posted on 02/07/2023 11:53 15 min read 0 0 77 Suasana Dharma Wacana dalam Piodalan tahun 2023 di Gedung Pasraman Pura Sidhi Amerta Nugraha Dusun Sidomulyo Desa Medowo Kandangan Kediri (2/7). Kediri (MPN) – Atma Suci. Manunggaling Gusti dalam diri manusia, merupakan sebuah kebenaran yang kekal tentang kedekatan hubungan atma suci dengan Tuhan Paramatnan (Sopo ingsung Sopo Gusti). Oleh karena itu sebagai manusia harus berbesar hati dan selalu bersyukur meski hidup dalam keadaan bagaimanapun. “Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; karena mereka dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan kesengsaraandengan jalan berbuat baik. Menuju kehidupan Abadi disisi Sang Hyang Widi Wasa,” tutur Drs I Komang Wiasa, MSi, tokoh Hindu Jembrana Bali dalam Dharma Wacana di Piodalan VII Pura Sidhi Amerta Nugraha Dusun Sidomulyo Desa Medowo Kandangan Kediri (2/7). Dari kiri Ketua PHDI Kabupaten Kediri Drs. Murtadji MPd.H, Drs. I Komang Wiasa MPd.H (Nara Sumber Dharma Wacana dari Jembrana Bali), Eko Wahyudi SE, MM, Sekcam, Yuliono Ketua PHDI Kandangan/panitia piodalan, Banser, Babinsa, Jumadi Ketua PHDI Kabupaten Jombang (2/7). Acara Piodalan Pura Sidhi Amerta disupport oleh Ida Bagus Buda Yoga Sag, MSi (Kabag Kesra Provinsi Bali sebagai Dharma Tula) dan dihadiri oleh Drs. I Komang Wiasa MSi (Nara Sumber/Dharma Wacana), Forkopimca yaitu Sekcam Eko Wahyudi SE, MM, Danramil diwakili Babinsa, Kapolsek yang diwakili Bhabinkamtibmas, FKUB, Ketua PHDI Kabupaten Kediri Drs. Murtadji MPd.H, Ketua PHDI Kabupaten Jombang Jumadi, Wayan Sekarsedana SE, MM, MPd.H (Tokoh Bisnis dan Intelektual Hindu dari Jombang), Drs Kartiko MPd.H (Ketua Walaka), Banser. “Semua Komponen masyarakat,khususnya Umat Hindu di wilayah Kandangan dan sekitarnya, sangat berperan dan hadir dalam Acara Piodalan ini,” tukas Yuliono, Ketua PHDI Kandangan sekaligus Panitia Kegiatan. Dijelaskan Komang Wiasa, Atman adalah merupakan percikan-percikan kecil dari parama atma yaitu Sang Hyang Widhi Wasa yang berada dalam setiap makluk hidup. Atman yang ada dalam tubuh manusia disebut Jiwatman. Atman dengan badan ini adalah sebagai kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yang mengemudikan, dan kereta adalah badan. Demikian atman itu menghidupkan sarwa prani (makluk) di alam semesta ini. Dalam Bhagawadgita (II, 24, 25) disebutkan sifat-sifat atma, yaitu; Achodya (tak terlukai oleh senjata), Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tak terbasahkan oleh air), Nitya (abadi), Sarwagatah (dimana-mana ada), Sthanu (tak berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta (tak dilahirkan), Achintya (tak terpikirkan), dan Awikara (tak berubah). Drs. I Komang Wiasa MPd.H, tokoh Intelektual Hindu dari Kabupaten Jembrana Bali, sedang memberikan Bantuan Sosial kepada Ketua Panitia Piodalan VII Pura Sidhi Amerta Nugraha Medowo Kandangan Kediri (2/7). Pura Sidhi Amerta Nugraha Sidomulyo Kandangan Kediri yang sedang direnovasi, yang saat ini mengadakan Piodalan VII 2 Juli 2023. Maka itu, lanjutnya, Orang yang berbahagia bukanlah orang yang mencapai paling banyak, tetapi orang yang menghabiskan lebih banyak waktu dalam keadaan mengalir secara Sekala – Niskala (terlihat dan tak terlihat menuju kehidupan yang seimbang). Diantara semua makhluk hidup, lanjut Kepala BPKAD Kabupaten Jembrana Bali, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk. Sedangkan segala perbuatan yang buruk itu akan Lebur dalam perbuatan baik. Demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia. “Oleh karena itu janganlah sekali-sekali bersedih hati, sekalipun hidupmu tidak makmur, Dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun,” begitu petuah Komang menyemangati. Sopo Ingsun Sopo Gusti Manusia sesungguhnya adalah atma suci, yang bersemayam di jantung yang juga sering disebut Roh/Jiwa, dan bersemayam juga Paramatman (Tuhan pada diri manusia) yang bersemayam di hati (Hredhaya) karena itu hakekat Atma suci selalu dekat dengan Paramatman. I Komang Wiasa menggambarkan, Seorang Bayi pada usia 1-4 bulan masih satu jantung dengan ibunya, dan sangat damai di dalam kandungan. Seiring waktu sampai usia 9 bulan lahirlah dari garba seorang ibu berupa Bayi (Sekala) dan secara Niskala lahir juga kembaran bayi (Sedulur papat limo pancer) / kandapat rare. Sejak Awal mengenal dunia yang lebih luas (Buana Agung) dan tumbuh menjadi balita dia hanya mengenal ibu bapaknya sebagai Tuhannya. Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh dewasa dengan kecerdasan, mulailah mengenal Alam Semesta,Ibu Pertiwi dan Bopo Akasa (Sekala-Niskala). “Inilah esensi dari Ajaran-ajaran Agama Hindu, Sanathana Dharma artinya Dharma /Kebenaran yang kekal. Kebenaran tentang kedekatan hubungan atma suci dengan Tuhan Paramatnan (Sopo Ingsun, Sopo Gusti),” ujar tokoh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali itu. Manusia juga dianugerahi raga fisik dengan Sembilan pintu tubuh antara lain, dua mata, dua lubang hidung, dua telinga, satu mulut, satu lubang kelamin, satu lubang pantat. Kesembilan pintu tubuh ini perlu dipelihara untuk fungsi kebaikan. Jika salah satu tidak berfungsi sangat mengganggu keharmonisan hidup manusia. Diuraikan, Kitab Suci Weda merupakan ilmu pengetahuan untuk menata kehidupan duniawi dan rohani (Moksatham Jagadhita) memberi petunjuk arah tentang tujuan hidup empat hal yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa yang dipraktekkan menyesuaikan dengan umur / usia harapan hidup yaitu Catur Asrama, Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, Sannyasin yang masing-masing memiliki sasana / kewajiban. “Sesana tersebut harus dilatih sesuai Asrama masing-masing karena keterbatasan umur manusia. Dan apapun proses yang dialami ibarat menaiki tangga spiritual yang selalu berkaitan antara capaian di sekala dan Rekayasa Tuhan di Niskala,” kata Komang. Drs. I Komang Wiasa MPd.H (Nara Sumber Dharma Wacana dari Jembrana Bali), sedang memberikan hadiah kepada para gadis pembaca Sloka di Acara Piodalan VII Pura Sidhi Amerta Nugraha Sidomulyo Medowo Kandangan Kediri (2/7). Berterima Kasih Kepada Tuhan Tanah yang kita pijak disebut Ibu Pertiwi, karena yang melahirkan berbagai tumbuh-tumbuhan, binatang untuk kelangsungan hidup manusia. Udara yang kita hirup merupakan Nafas Kehidupan Anugerah Tuhan. Air (Wisnu) yang kita minum dan fungsi lainnya merupakan air kehidupan. Tanah, Air, Udara dan Api dalam diri yang bisa memunculkan nafsu dan lahirnya manusia. Api (Brahma) untuk memasak untuk memelihara kehidupan manusia dan Api Cita Geni untuk proses kematian / pelebur yang semua bersumber dari Matahari / Surya Aditya. Keempat unsur diatas tidak terpisah dari manusia. “Itulah Anugerah Tuhan yang harus kita syukuri yang disebut Buana Agung dilatih oleh manusia melalui Sembilan pintu tubuh (Buana Alit),” ujar Komang. Maka itu, tandas Ilmuwan Hidu Bali itu, manusia Hindu harus menjadi umat yang pandai bersyukur dalam bingkai Tri Hita Karana. Keharmonisan sesama manusia, dengan Alam dan dengan Tuhan melalui Leluhur dan Para Dewa. Karena manusia bagian dari Tuhan, maka senantiasa harus melatih pikiran, perkataan, perbuatan (Tri Kaya Parisudha) melalui keyakinan yang kuat kepada Panca Sradha : Tuhan, Atma Suci, Karma Phala, Punarbhawa dan Moksa. Dijelaskan, Korban Suci (Yadnya) yang utama disebut Satwika Yadnya (Bg.17.13) yang meliputi berdasarkan petunjuk kitab suci, mengucapkan mantra-mantra Weda, Berdana Punia, membagikan prasadham dan lascarya. Dalam setiap yadnya memerlukan sarana berupa sesaji yang terdiri dari empat jenis bahan antara lain patram (daun), puspam (bunga), phalam (buah), dan toyam (Air). Inilah bahan sesaji dengan maksud apapun yang kita makan terlebih dahulu harus dipersembahkan kepada yang punya yaitu Tuhan. Dan bermakna pula agar manusia rajin menanam tumbuh-tumbuhan sehingga alam tetap terjaga. Drs I Komang Wiasa MSi, (Nara Sumber / Dharma Wacana dan Tokoh Intelektual Hindu dari Kabupaten Jembrana Bali), bersama Ketua PHDI Kandangan / Panitia Acara Piodalan VII Pura Sidhi Amerta Nugraha Sidomulyo Desa Medowo Kandangan Kediri (2/7). Wayan Sekarsedana, SE, MM, MPd.H, (Tokoh Bisnis dan Ilmuwan Hindu dari Jombang), bersama Ketua PHDI Kandangan Yuliono, Sekcam Eko Wahyudi SE, MM, dan Ajie Hamana (Praktisi Bisnis) di Acara Piodalan VII di Pura Sidhi Amerta Nugraha Sidomulyo Kandangan (2/7). Dalam setiap persembahan, kata Komang, Tuhan tidak pernah meminta apapun kepada umatnya, karena semua milik Tuhan. Ini adalah penanaman nilai bhakti yang tulus ikhlas kepada Tuhan. Jadi tidak aka nada umat Hindu akan jatuh miskin hanya karena mempersembahkan sesaji berupa daun, bunga, buah, dan air. Jika ada sesaji berisi daging binatang itu semata-mata untuk mengembalikan dan meningkatkan status roh binatang agar kelak bisa mendapat kehidupan meningkat. Nara Sumber Dharma Wacana dari Jembrana Bali Drs I Komang Wiasa MPd.H, sedang berdiskusi dengan Ketua PHDI Kabupaten Kediri Drs. Murtadji MPd.H, Ketua PHDI Kandangan/ Panitia Piodalan, dan Sutiyo ST Ketua Yayasan Widya Mandala Nusantara Banaran Kandangan, dalam Acara Piodalan VII Pura Sidhi Amerta Nugraha Medowo Kandangan (2/7). “Sesaji sebagai sarana bhakti akan tetap terpelihara sebagai kearifan lokal Umat Hindu dimanapun berada. Karena Umat kebanyakan masih memuja Tuhan sebagai Saguna Brahman dan mungkin hanya sedikit yang mampu memahami Tuhan sebagai Nurguna Brahman,” tutur I Komang Wiasa. Om Shanti…. Shanti…. Shanti…. Om….. – (Ajie) –
Hj Bunyanah Anggota DPRD Serap Aspirasi Muslimat Plosoklaten Kediri (MPN) – Menyerap aspirasi muslimat dalam masa reses Anggota DPRD Kabupaten Kediri dari …