01-Kediri Jawa Timur Wahyu Mahkutharama di Pagelaran Wayang Kulit Bersih Dusun Sukorejo Kepung By Aji Suharmaji Posted on 04/08/2023 01:15 16 min read 0 1 57 Pendiwan ST, Anggota DPRD Kab Kediri, di Pagelaran Wayang Kulit Dalang Ki Handika Sosro Nagoro di Acara Bersih Dusun Sukorejo Kepung, Kamis Malam, (3-4/8). Kediri (MPN) – Wahyu Seru. Dusun Sukorejo Kepung dan Pendiwan ST, Anggota DPRD Kabupaten Kediri, bersinergi uri-uri Budaya Jawa, gelar wayang kulit pada Jumat (4/8/2023). Suasana seru dan bermakna tatkala sang dalang muda nan kondang asal Sukorejo Kepung Ki Handika Sasro Nagoro, memainkan lakon Wahyu Makhutarama. “Dalam rangkaian kegiatan bersih desa ini sangat positif, disamping menguri-uri, melestarikan budaya daerah, Jawa, juga berdimensi kepedulian kepada sesama dan menumbuhkan jiwa patritisme Bangsa,” tukas Pendiwan ST, anggota DPRD Kabupaten Kediri dari Fraksi PDI Perjuangan. Menurut Musidi Al Rosyid, Kasun Sukorejo, Gelar Wayang Kulit itu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka bersih dusun yang dilaksanakan settiap tahun di bulan Suro. Mulai dari selamatan, berziarah ke makam leluhur, santunan kepada anak yatim dan kaum dhuafa, serta puncaknya pada tahun 2023 ini adalah Pagelaran Wayang Kulit pada Kamis legi malam Jumat Pahing, 3-4 Agustus 2023 di Halaman Rumah Kasun Sukorejo Musidi Al Rosyid. Ada yang eksklusif dalam kegiatan wayangan kali in, yaitu biasanya setiap tahun bersih desa, masyarakat urunan untuk menutup pembiayaan acara, namun tahun ini semua masyarakat bebas tidak ditarik karena seluruh pembiayaan Pagelaran Wayang Kulit yang menelan dana Rp.25 juta itu ditanggung oleh Pendiwan ST. “Semua itu kami persembahkan kepada masyarakat khususnya di Sukorejo Kepung ini, agar kegiatan Bersih Desa dan Acara Wayang ini bisa sukses, sekaligus melestarikan budaya daerah sebagai asset Bangsa Indonesia tercinta ini,” ujar Pendiwan ST penuh semangat. Dalang Muda, 17 th, dari Sukorejo Kepung, Ki Handika Sasro Nagoro, memperagakan Wayang Kulit dengan lakon Wahyu Makutharama di Puncak Acara Bersih Dusun Sukorejo Kepung, Kamis Malam Jumat Pahing (3/8). Dalam Acara Pagelaran Wayang itu, juga dimeriahkan oleh artis para sinden cantik dan lawak Cak Kotri dan Cak Cemet dari Jombang. Sinden Ajeng Rahmadaniyanti, Marla, Indah, Niken Saraswati, Bu Jumiati, Bu Sulastri, serta Gadis Belia Kecil Ragil (Blitar). Hadir dalam acara itu Pendiwan ST (Anggota DPRD Kab Kediri), Kasun Sukorejo Musidi Al Rosyid, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Para Kasun di Desa Kepung, Para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Kasun Sukorejo, Musidi Al Rosyid, ketua panitia Bersih Dusun Sukorejo, di Pagelaran Wayang Kulit, Kamis Malam Jumat (3/8). Ragil dari Blitar, sinden cilik cantik turut memeriahkan Pagelaran Wayang Kulit di Sukorejo Kepung Kediri, Kamis malam jumat pahing (3/8). Wahyu Mahkutharama Dalang Muda,17 tahun, Ki Handika mempersembahkan Lakon Mahkutharama dalam Gelaran Wayang Kulit tersebut. Dalam filosofi-filosofi jawa maupun Ilmu weton, frasa Wahyu Makhutarama merupakan frasa yang tidak asing dan kerap menjadi salah satu pembahasan. Wahyu Makhutarama sendiri merujuk pada wahyu ilahiah yang diturunkan bagi para pemimpin yang sedang berada di tengah berbagai permasalahan maupun problem. Wahyu ini turun dan menjadi petunjuk, bekal, maupun bentuk lainnya yang menuntun pemimpin dalam merumuskan langkah yang tepat dalam menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi. Wahyu ini juga dikenal dengan nama Hasta Brata dalam agama hindu. Wahyu Makhutarama, dalam konteks perwayangan, juga menjadi salah satu pembahasan ikonik yang melibatkan berbagai tokoh-tokoh besar pewayangan, khususnya Arjuna. Cerita bermula pada titah Bisma di Astina, yang merupakan guru dan sesepuh Pandawa dan Kurawa. Kemudian Duryudana mengutus Adipati Karna, Pandawa dan Kurawa pergi ke Gunung Kutharungu. Gunung tersebut merupakan tempat pertapaan Swelagiri. Duryudana mengeluarkan perintah ini karena ia mendapat wangsit dalam mimpinya bahwa barang siapa yang bisa memiliki Makuta Sri Batararama, maka ia akan menjadi sakti, dan akan menurunkan raja-raja Tanah Jawa. Adipati Karna yang dikenal taat pun pergi menjalankan tugasnya ke Kutharungu. Dalang Muda Kondang, 17 th, Ki Handika Sasro Nagoro dari Sukorejo Kepung Kediri, sedang melakukan unjuk kebolehan mendalang di Pageelaran Wayang Kulit, Dusun Sukorejo, Kamis malam jumat pahing, (3-4 Agustustus 2023). Di Kutharungu ia bertemu dengan Hanoman. Diketahui Hanoman mendapat tugas dari Panembahan Kesawasidi untuk menjaga keamanan. Sebab, Panembahan Kesawasidi sendiri sedang bertapa di tempat tersebut. Karna mengungkapkan maksud kedatangannya kepada Hanoman. Namun, Hanoman yang berpegang teguh pada tugasnya menjaga tempat tersebut tak membiarkan Karna lewat. Sama-sama memiliki kemauan yang keras, keduanya pun bertarung. Karna pun mengeluarkan pusaka Panah Kunta Wijayandanu untuk menghadapi Hanoman yang memang dikenal sakti mandraguna. Hanoman sendiri tak menganggap remeh Adipati Karna sedikitpun karena ia mengetahui bahwa senjata Karna itu bukan sekadar pusaka. Hanoman pun terbang tinggi untuk menangkap panah yang telah dilepaskan oleh Karna. Serangan Karna pun terpatahkan dan ia kehabisan akal menghadapi Hanoman hingga ia kembali ke Awangga. Ia menolak pulang ke Hastina karena belum berhasil menjalankan tugasnya. Sementara itu Pandawa mengandalkan Arjuna untuk mencari Makutharama. Perjalanan Arjuna ditemani oleh empat sahabat yang dikenal dengan Punakawan. Dalam perjalanannya ke Kutarungu, ia sempat dihadang oleh raksasa-raksasa yang menganggunya. Namun, dengan kesaktian Arjuna, serangan raksasa-raksasa itu tak menjadi halangan berarti. Arjuna pun sampai di Swelagiri. Beruntung ketika Arjuna sampai, Panembahan Kesawasidi selesai bersemedi. Mengetahui insiden antara Hanuman dan Karna. Panembahan Kasewasidi pun menegur Hanuman lalu memerintahkannya bertolak ke Kendhalisada untuk bertapa dan memohon ampun atas kesalahannya. Sinden Cantik Ajeng Rahmadaniyanti dan Niken Saraswati, sedang beraksi menghibur para penonton, melantunkan tembang Dandut Campursari Ninggal Katresnan, dalam Pagelaran Wayang Kulit, Kamis Malam Jumat (3-4/8/23). Ketika bertemu Panembahan Kesawasidi, Arjuna menjelaskan maksud kedatangannya. Panembahan Kesawasidi menerangkan sebenarnya Makutharama itu bukanlah sebuah barang/benda. namun merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan dan budi pekerti raja yang sempurna. Pengetahuan itu pun diajarkan secara lengkap ke Arjuna, bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat dasar alam, yakni matahari, bulan, bintang, mendung, bumi, samudra, api, dan angin. Usai menyampaikan ajaran Makhutarama atau Astabrata itu, Panembahan Kesawasidi menyerahkan pusaka Kuntawijayandanu yang sempat direbut Hanuman kepada Arjuna. Ia meminta pusaka tesebut agar diserahkan kembali kepada pemiliknya, Karna. Arjuna pun bertolak meninggalkan Panembahan Kesawasidi. Tanpa sepengetahuan Arjuna, Kesawasidi kemudian berubah menjadi wujud aslinya yaitu Prabu Kresna. Prabu Kresna secara diam-diam membuntuti Arjuna kembali ke kerajaannya di Amarta. Sementara itu, di Amarta, para punggawa Pandhawa dan para sahabat sedang resah dan gelisah, menunggu di situ. Sebab,Arjuna yang sedang mencari wahyu Makutharama tidak kunjung pulang. Sedangkan, Prabu Kresna yang merupakan patron dekat Pandhawa dari Dwarawati juga lama tidak berkunjung. Puntadewa sebagai kakak pertama, kemudian memerintahkan Werkudara agar mencari Prabu Kresna. Dan anak Werkudara, Gatotkaca, diperintah terbang untuk mencari Arjuna. Di sisi lain, Dewi Subadra dan Dewi Srikandi juga mengkhawatirkan suaminya, Arjuna, yang tidak kunjung pulang. Batara Narada, kemudian mengubah Subadra dan Srikandi menjadi ksatria agar dapat ikut mencari Arjuna. Dewi Subadra menjadi Shintawaka dan Dewi Srikandi menjadi Madusubrata, lalu keduanya bertolak ke pertapaan Kutarungu. Shintawaka dan Madusubrata, sepanjang perjalanannya, berteriak-teriak sak enak udele, menantang Arjuna agar mendengar meladeninya berperang. Namun, teriakan mereka justru terdengar oleh Gatotkaca yang sedang terbang, yang juga mencari Arjuna. Gatotkaca menghampiri Shintawaka dan Madusubrata untuk bertarung. Gatotkaca kalah dan diajak oleh mereka dan diajak bersama-sama mencari Arjuna. Begitu Seru dan Meriah, Pagelaran Wayang Kulit lakon Wahyu Makutharama yang diperagakan oleh Dalang Muda Ki Handika Saasro Nagoro dari Sukorejo Kepung (3-4/8). Di sisi lain, Adipati Karna di Awangga sedang galau, sedih meratapi kehilangan senjata pusakanya. Kemudian Arjuna datang padanya untuk mengembalikan Kuntawijayandanu kepadanya. Keduanya pun saling melepas rindu karena lama tidak bertemu. Arjuna pun menceritakan bahwa senjata itu diperolehnya dari Panembahan Kesawasidi saat ia bermaksud mencari Wahyu Makutharama. Mendengar cerita Arjuna, Adipati Karna yang memang sejak awal ingin tahu tentang wahyu Makutharama, meminta Arjuna untuk membagikan pengetahuan tersebut. Namun, Arjuna menolak karena merasa harus memegang amanat dari Makutharama. Keduanya lalu justru bertarung. Namun, Arjuna masih lebih sakti dan bukan tandingan Karna, sehingga Karna kalah dan melarikan diri. Arjuna berusaha mengejar Karna. Dalam pelariannya, Karna justru bertemu dengan Shintawaka dan Madusubrata. Karna kemudian memberitahukan bahwa Arjuna berada di belakang mengejarnya. Arjuna yang sedang mengejar Adipati Karna kemudian dihalangi oleh Shintawaka dan Madusubrata. Pertempuran kembali terjadi. Kali ini, Arjuna kalah menghadapi Shintawaka dan Madusubrata, yang sebenarnya jelmaan istri-istrinya sendiri. Kalah dari duo Shintawaka dan Madusubrata, Arjuna kemudian menghindar dan bertemu dengan Werkudara alias Bima yang sedang mencari keberadaan Prabu Kresna. Arjuna pun bercerita bahwa ia dikalahkan oleh dua Shintawaka dan Madusubrata. Ia meminta Bima membantunya mengalahkan Shintawaka dan Madusubrata. Akhirnya dua kelompok pun bertemu. Namun, di pihak Shintawaka dan Madusubrata, ada Gathotkaca (yang merupakan anak Werkudara). Tim Shintawaka dan Madusubrata akhirnya mengalahkan Arjuna dan Werkudara. Wajar saja, sebab Gatotkaca tahu betul kelemahan sang ayah, Werkudara. Saat Arjuna dan Bima mundur menghindari pertempuran dengan Shintawaka dan Madusubrata, mereka akhirnya bertemu dengan Prabu Kresna. Keduanya lalu menceritakan bahwa mereka baru saja dikalahkan oleh Shintawaka dan Madusubrata.Prabu Kresna yang merupakan titisan dewa Wisnu dengan kesaktiannya mengetahui siapa jati diri kedua satriya itu sebenarnya. Ragil dari blitar, sinden kecil yang manis, sedang melantunkan tembang campusari Lali Janjine dan Blitar, di Pagelaran Wayang Kulit (3-4/8). Pendiwan ST, anggota DPRD Kab Kediri, sebagai penyandang Dana Utama dalam Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Bersih Desa di Sukorejo Kepung, Kamis Malam Jumat (3-4/8). Ia kemudian meminta Arjuna untuk menghadapi mereka kembali dengan menggunakan ilmu Asmaratantra yang berupa syair asmara yang bisa meluluhkan hati Shintawaka dan Madusubrata. Meski bingun, Arjuna menuruti apa yang diperintahkan Prabu Kresna. Akhirnya, saat Arjuna melantunkan syair tersebut, berubahlah wujud Shintawaka ke wujud aslinya yaitu Dewi Subadra dan Madusubrata kembali menjadi Dewi Srikandi. Proses perjalanan Arjuna dalam mencari Wahyu Makutharama adalah proses perjalanan seseorang dalam meneladani ilmu kepemimpinan. Seorang pemimpin, sebagaimana diajarkan Kresna dalam Astabrata harus memiliki delapan watak dasar alam. Pemimpin harus berlaku seperti matahari yang menghidupi, bulan yang menerangi dalam gelap, bintang yang menjadi arah, dan mendung yang menunjukkan kewibawaan. Kemudian pemimpin juga harus memiliki sifat bumi yang kukuh, samudera yang luas artinya menampung aspirasi, api yang berani menegakkan kebenaran, dan angin yang menyentuh dan melingkupi seluruh tempat. – (Ajie) –
Hj Bunyanah Anggota DPRD Serap Aspirasi Muslimat Plosoklaten Kediri (MPN) – Menyerap aspirasi muslimat dalam masa reses Anggota DPRD Kabupaten Kediri dari …